CINTA

Dengan sekian banyak melewati pagi, sekian kali mengenal maunya. Sekian banyak pula kerinduan membelalakkan mata. Dan sekian kali juga kehambaran dalam percintaan.

Kawan, cobalah kembali bongkar rekaman hari-hari beberapa tahun lewat. Curahan peluh bergemuruh deras begitu saja, tanpa ada rsa ngilu ataupun dingin yang menggilkan. Semua berawal atas cinta, cinta tiada arah kemana-mana. Kebugaranpun tercipta dengan sederhana. Aku tahu, kita telah menegak alkohol sari bayangan berkali-kali menjelang tidur hingga tak mengenal lagi wajah siapa-siapa. Samar dan mencurigakan. Tiap gerak adalah ancaman. Tiap kata adalah petaka. Diam ternyata menjadi persoalan. Pengadilan pertanggungjawaban moral.

Entah berapa sudah butir benih ditebar disisi trotoar yang kita pungut dari segala arah kepenatan. Berapa sudah waktu dipersembahkan denga tata cara sendiri. Mempertajam dengan asahan kesuntukan. Akankah pernah berharap tumbuh menjadi pohon-pohon berbuah ranum memenuhi kota, atau belantara gedung-gedung berlantai seribu terlihat dari penjuru manapun. Juga sebagai tanda ancer-ancer bila tersesat?
Aku sebenarnya sangsi akan hal itu, sebab aku lebih menyukai percintaan dari pada dicintai. Dan aku hanya meyakini apapun bentuk terbaik bermula akan rasa percintaan.
Bukan melalui kotak-kotak teka-teki taktik membungkus cinta untuk memperkasakan diri.

O, berapa sudah butir-butir benih terbengkalai kemudian mati pada persengketaan pikiran masing-masing?

Aku sadar, bagaimana keinginan-keinginan membakar menyulut ketercapaian. Bagaikan terbakar matahari ditengah gurun. Darahpun syukur sebagai pelega.
Disisi lain kau terlalu paham arti cinta. Tentang kejujuran, tentang ketulusan, tentang menghargai, tentang menghormati, keadilan, perdamaian, soal-soal pemerataan, soal-soal kekejaman, soal-soal kediktatoran, dan sampai mampu merangkum kedalam unsur-unsur keindahan. Menjadikan wujud diri sejati. Seolah telah mampu menyelesaikannya.

Tetapi kemelut mendorong gelora, cinta cuman pahatan lambang terpampang dalam dada. Buih-buih disudut-sudut bibir. Serta uap napas penuhi udara.

Dalam cuaca seperti ini, jika kau membuka jendela katakan pada matahari pertama dan katakan pula pada burung-burung kecil yang hinggap didahan bunga halamanmu. Bahwa kutitipkan segala rindu, rindu memetik bunga segar yang tak tumbuh oleh tatapan hampa. Juga tanyakan pada embun yang segera beranjak pergi.
Dilangit mana berarak berubah awan. Adakah kita bersulang diperjamuan itu...?
Peserta kontes cerita cinta, Vote me
Didukung oleh Seno

6 komentar:

  1. ajari aku bercinta dan mencinta jika engkau faham tentang cinta*gubrak!*he..he..

    BalasHapus
  2. Siapa yg MAU memberi tanpa berharap menerima? Kalau SEMUA sungguh2 bisa, maka cinta menjadi jauh lebih mudah (^_^)

    BalasHapus
  3. uhhh...
    cinta sesungguhnya sungguh rumit...
    cinta sesungguhnya sungguh indah...
    cinta sesungguhnya sungguh manis...
    cinta sesungguhnya sungguh-sungguh aku mencintainya...

    BalasHapus
  4. Tipikal bahasa satrawan banget...pengen saya bisa bikin kalimat yang mendayu-dayu biru kayak gitu, tapi bisanya cuma beginilah cinta, deritanya tiada akhir...ngutip omongannya pat kai...hehehehe...

    BalasHapus
  5. cinta cinta cinta cinta
    everything about cinta
    :-0

    BalasHapus
  6. wah jago gombal juga nih mas'e
    hehe:D

    BalasHapus