DUA PEREMPUAN DAN DUA BAHASA

(pertanyaan yang belum sempat terjawab)

Pagi menawarkan kesegaran membuat saya selalu datang tepat waktu untuk sampai di tempat kerja. 08.00 wita seluruh karyawan wajib menepatinya, melakukan apa yang semestinya dilakukan. Tetapi harapan itupun ternyata hanya sebuah tata tertib, aturan dibuat untuk dilanggar. Ah, bodo amat..untuk apa mikirin yang suka melanggar. Mungkin saja bukan niatannya untuk melanggar, tetapi kondisi membentuk seperti itu.

Seorang staff administrasi dengan santainya datang pada pukul 09.30 wita menuju absensi, kebetulan harus melewati ruang kerja saya. "selamat pagi pak……" menyapa saya, dan sayapun menjawab "selamat pagi burung-burung..?" Diapun tersenyum sambil menggerutu; "kok burung-burung sih… emang saya burung ?!" Datang lagi seorang staff keuangan, hampir bersamaan "pagi pak…" sayapun jawab sambil meneguk kopi yang baru saja disediakan; "selamat pagi jendelaku..?" mereka berdua saling tersenyum dan sedikit kesal, "tadi si Rahma dibilang burung, eh..sekarang saya dibilang jendela, gimana sih bapak..?" mereka berdua ngedumel dengan berbagai pertanyaan dalam benak masing-masing.

Rahmawati dan Dayumas demikian namanya, dua gadis belia dua bulan lagi berumur 22 tahun. Dua gadis cantik yang beranjak dewasa, mereka sama cantiknya, sama manisnya. Dua perempuan yang hidup apa adanya. Mereka terus saja bekerja seperti layaknya seorang pekerja, dan melakukannya demi orang-orang tercinta. Mereka tidak pernah risih atau marah bila dikatakan Cantik. Bagi mereka "kata cantik" bukanlah mahkluk yang menyeramkan ataupun sebuah rayuan yang siap menelanjangi lalu memperkosa dirinya. Kata cantik, hanyalah sebuah kata biasa, yang sering diucapkan oleh para lelaki. Sebab mereka juga perempuan-perempuan biasa. Perempuan-perempuan yang tidak membutuhkan pengakuan apapun.

Sambil menunggu jam pulang kerja, kerap saya ajak mereka ngobrol, saya ajukan pertanyaan–pertanyaan dengan bahasa yang tidak mereka kenali di dalam kehidupannya sehari hari. Dan jawaban-jawaban diluar dari konteks pertanyaan. Berharap mereka mengagumi saya. Bisa saja mereka pura-pura kagum atau bahkan bingung dan kesal. Mereka hanya tahu bagaimana caranya bisa menyenangkan orang tua dan para kekasihnya dalam berkomunikasi yang lazim. Tidak bertele-tele, jelimet dan ruet. Tidak mesti harus berpikir lagi sebelum menjawab, tidak lagi menerima pertanyaan akan jawaban, ataupun sebuah pertanyaan menimbulkan pertanyaan yang baru. Mereka tidak membutuhkan bahasa kamus. Mereka hanya membutuhkan bahasa bumi. Bahasa yang tidak memilih penghuninya, bahasa yang tidak melarang untuk hidup di atasnya.

Saya sempat berpikir, ah..mereka ini orang-orang yang tak se-level dengan diri saya, obrolannya tidak intelek, dangkal dan tak bermutu. Tapi saya balik bertanya pada diri saya, saya juga tidak menunjukan hal-hal yang aneh. Dari sepatu hingga seragam kerja, semuanya biasa-biasa saja seperti karyawan kantoran umumnya. Meja,ruang kerja, file-file dokumen, alat tulis, hingga komputer tak jauh beda dari kantor-kantor kebanyakan. Lagu-lagu yang menemani kerjapun, lagu-lagu kebanyakan orang-orang dendangkan. Yang penting enak didengar saya suka.
Hmm...Jangan-jangan saya ini sok yentrik, atau lagi sakit jiwa.

5 komentar:

  1. komen saya gak penting banget, bli
    komentar saya adalah
    "hmmm"

    BalasHapus
  2. Pengetahuan kadang memabukkan..

    BalasHapus
  3. Pengetahuan kadang memabukkan...

    BalasHapus
  4. Penyanyi Sakit Jiwa saat ini benar2 sakit jiwa!

    BalasHapus
  5. eeemmm ada blogger sakit jiwa hahahah
    *kaburrrr ahhh*

    BalasHapus